Oleh : Halim Ramdani
Seperti yang sudah kita ketahui bahwa salah
satu permasalahan yang ada di Indonesia adalah adanya kesenjangan
sosial ekonomi yang semakin melebar dan sangat terlihat nyata. Walaupun
pemerintah menyampaikan bahwa ekonomi Indonesia mengalami peningkatan dengan
hitungan persentase-persentase tertentu, tapi kenyataannya sangat jauh terbalik
dengan realita yang ada. Jika kita lihat dengan pendekatan teori sosial yang
menitik beratkan konteks sosial dalam realita bahwa realita masyarakat
Indonesia saat ini masih jauh dari adanya kesehjateraan yang merata, banyak
rakyat dilapisan bawah tidak selalu dapat menikmati hasil dari pembangunan atau
pertumbuhan yang diharapkan itu.
Di Indonesia sendiri terdapat
system ekonomi yang sangat sesuai dengan kultur masyarakat Indonesia yaitu yang
disebut dengan ekonomi kerakyatan. Praktek ekonomi kerakyatan pada dasarnya
adalah kegiatan ekonomi atau usaha yang dilakukan oleh rakyat pada umumnya
dengan cara kolektif, gotong royong atau secara swadaya dalam pengelolaan
usahanya. Dalam konteks kekinian ekonomi kerakyatan selanjutnya disebut dengan
Usaha Kecil Menengah (UKM), dan tidak terlepas dari nilai-nilai sosial
didalamnya. Ekonomi kerakyatan secara sadar dilakukan oleh masyarakat secara
adil untuk memenuhi kebutuhan hidupnya baik dalam ranah individu maupun
masyarakat, system ekonomi ini dituntut untuk siap bersaing di era globalisasi
sekarang ini.
Ketika terjadi krisis ekonomi dunia
beberapa tahun yang lalu, yang efeknya menyebabkan kesengsaraan terhadap rakyat
dalam suatu Negara yang menganut system ekonomi kapitalis, dan terhadap
Negara-negara yang lain, termasuk Negara-negara Asia. Ketika itu Indonesia
tidak mengalami dampak yang begitu signifikan, dikarenakan Indonesia banyak
praktek-praktek ekonomi UKM dan terdapat system ekonomi islam dibuktikan dengan
adanya Bank-Bank Syariah yang ada, karena pada waktu itu Bank Syariah tidak
terkena dampak krisis ekonomi dunia dan menjadi sorotan penting bagi para
pelaku ekonomi dunia.
Dari hal itu membuktikan bahwa
Indonesia akan mengalami pertumbuhan ekonomi yang baik jika dalam pelaksaannya
maksimal, baik dalam memaksimalkan system ekonomi kerakyatannya dan
mengembangkan system ekonomi Islam yang sudah ada dengan cara-cara tertentu,
salah satunya dengan mengembangkan lembaga-lembaga keungan dan memberikan
pengarahan langsung terhadap masyarakat.
System ekonomi kerakyatan identik
dengan peraktek system koperasi, yang ketika awal kemunculannya dikenalkan oleh
bung Hatta, dengan tujuan untuk meningkatkan kondisi sosial dan ekonomi rakyat
Indonesia menjadi lebih baik. Namun dalam perjalanannya peraktek koperasi ini
jauh dari yang diharapkan bung Hatta, dalam konteks hari ini banyak
permasalahan-permasalahan yang timbul keluar jauh dari koridor prinsip-prinsip
koperasi. Tujuan koperasi adalah pemberdayaan anggota-angota pada khususnya dan
masyarakat pada umumnya, namun koperasi hari ini seakan jauh dan kurang
signifikan dalam pemberdayaan masyarakat, bahkan banyak kasus-kasus diluar sana
yang telah menyalah gunakan konteks koperasi ini, sehingga sulit untuk
membedakan antara rentenir dan koperasi, salah satu contoh adanya Koperasi
Simpan Pinjam (KOSIPA) yang dalam perakteknya jauh dari prinsip-prinsip
koperasi yang ada, seakan koperasi ini hanya sebatas legalisasi peraktek riba
para oknum yang mengatas namakan koperasi.
Sehingga timbul pertanyaan mengapa
permasalahan itu terjadi?, prinsip-prinsip koperasi sangat baik, dan akan
menimbulkan pertumbuhan ekonomi rakyat yang baik, jika prinsip-prinsip koperasi
dilakukan atau diperaktekkan dengan cara yang
maksimal dan benar, tidak menutup kemungkinan pembangunan masyarakat
yang sejahtera akan terwujud. Namun dalam upaya mewujudkan itu semua dibutuhkan
nilai-nilai dasar sebagai landasan untuk menopang prinsip-prinsip yang ada.
Nilai-nilai yang benar lah sebagai acuan, dan nilai yang benar inilah yang
hanya bisa diperoleh dari unsur-unsur ketuhanan yaitu nilai-nilai agama.
Tidak dapat dipungkiri bahwa
ekonomi islam sangat bersinggungan langsung dengan peraktek ekonomi kerakyatan,
dan sangat menaruh perhatian terhadap peraktek ekonomi yang paling mendasar,
karena ekonomi islam lebih menitik beratkan terhadap kesejahteraan masyarakat
atau kemaslahatan umat, dan demi terwujudnya masyarakat yang madani. Dalam
pelaksanaannya system ekonomi Islam selalu berpegang pada nilai-nilai islam,
yang dijabarkan dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah sebagai pedoman hidupnya,
sehingga setiap gerak langkahnya akan selalu menju pada kebenaran, tidak akan
mendzalimi pihak manapun.
Prinsip-prinsip koperasi terdapat
dalam system ekonomi Islam, dan sejalan dengan nilai-nilai Islam, namun dalam
hal ini perlu lebih difokuskan lagi bahwa dalam pelaksanaan prinsip koperasi
perlu ditekankan dengan nilai etika atau moral para pelakunnya. Dan system
koperasi ini sejalan dengan lembaga keuangan yang ada dalam sitem ekonomi Islam
dan jauh sudah ada sebelum koperasi muncul, yaitu BMT (Baitul Maal wat Tamwil).
Baitul Maal ada semenjak zaman Rasululloh, yang dalam perakteknya adalah pengelolaan dana masyarakat baik berupa
zakat, infaq dan shadaqoh maupun pengembangan usaha-usaha pelaku ekonomi mikro
dalam rangka mengangkat derajat kaum mustadhafin atau kaum fakir miskin.
Asas dan prinsip dasar BMT yaitu
berasaskan terhadap masyarakat yang penuh dengan keselamatan, kedamaian, dan
kesejahteraan, dan selanjutnya relevan dengan prinsip-prinsip koperasi yaitu,
demokrasi, partisipatif, keadilan sosial dan memberdayakan masyarakat. Namun
yang paling penting dalam BMT yaitu adanya prinsip barokah, thayiban, dan
penguatan nilai ruhiyah. Baik koperasi maupun BMT pada dasarnya sama yaitu
lembaga usaha mandiri, dan merupakan lembaga keungan mikro, yang menjadi motor
penggerak sosial ekonomi masyarakat banyak. Untuk sekarang muncul juga adanya Koperasi Syariah itu membuktikan
bahwa adanya relevansi antara Ekonomi Islam dan Ekonomi Kerakyatan, dan itu
merupakan jawaban bahwa masyarakat Indonesia sekarang membutuhkan sebuah
lembaga usaha yang mandiri dan berkeadilan tanpa lepas dari norma-norma atau
etika-etika yang sesuai dengan nilai Islam sebagai ruhnya.
Walaupun peraktek BMT dan Koperasi
sudah ada dalam lingkungan masyarakat,
namun dari segi pertumbuhannya harus lebih dikembangkan lagi, dan diharapkan
mampu menyentuh lapisan masyarakat bawah secara merata, hal yang pertama
sebelum melakukan pembangunan lembaga-lembaga usaha mikro adalah terlebih
dahulu menanamkan pengetahuan terhadap masyarakat tentang perlunya
peraktek-peraktek lembaga usaha mikro demi menopang pembangunan ekonominya,
merubah mindset mereka tentang pentingnya usaha kerjasama, tanpa
mengesampingkan nilai-nilai sosial, agama, dalam masyarakat itu sendiri. Ketika peraktek lembaga usaha mandiri ini menjamur dalam
lingkungan masyarakat, tidak menutup kemungkinan ketika
pertumbuhan ekonomi masyarakat mengalami peningkatan, akan membuka pintu
pembangunan nasional, dan
terwujudnya masyarakat madani yang diridhai Allah SWT.
0 Comments