PENGERTIAN
KEBIJAKAN FISKAL
Kebijakan
Fiskal adalah suatu kebijakan ekonomi dalam mengarahkan kondisi perekonomian
kearah yang lebih baik dengan jalan mengubah penerimaan dan pengeluaran anggaran
pemerintah. Kebijakan ini mirip dengan kebijakan moneter untuk mengatur jumlah
uang beredar, namun kebijakan fiskal lebih mekankan pada pengaturan pendapatan
dan belanja negara atau pemerintah.
Kebijakan
yang dilakukan oleh pemerintah dalam rangka mendapatkan dana-dana dan
kebijaksanaan yang ditempuh oleh pemerintah untuk membelanjakan dananya
tersebut dalam rangka melaksanakan pembangunan. Atau dengan kata lain,
kebijakan fiskal adalah kebjakan pemerintah yang berkaitan dengan penerimaan
atau pengeluaran Negara.
Dari
semua unsure APBN hanya pembelanjaan Negara atau pengeluaran dana Negara dan
pajak yang dapat diatur oleh pemerintah dengan kebijakan fiscal. Contoh
kebijakan fiscal adalah apabila perekonomian nasional mengalami inflasi, pemerintah
dapat mengurangi kelebihan permintaan masyarakat dengan cara memperkecil
pembelanjaan dan atau menaikkan pajak agar tercipta kestabilan lagi. Cara
demikian disebut dengan pengelolaan anggaran.
MEKANISME KEBIJAKAN
FISKAL
Dalam
kebijakan fiskal, inflasi dikendalikan dengan surplus anggaran, sedangkan dalam
kerangka kebijakan moneter, inflasi dikendalikan dengan tingkat bunga dan
cadangan wajib. Piranti kebijakan yang perlu dipersiapkan.
1. Pajak untuk
sektor swasta
2. Pinjaman pada
masyarkat
3. Pengeluaran
Pemerintah untuk pengendalian pengangguran
Dalam menjalankan
kebijakan fiskal dapat dilakukan dengan tiga bentuk tindakan :
1. Mengubah pengeluaran pemerintah saja
2. Mengubah pajak saja
3. Secara serentak mengubah pengeluaran pemerintah
dan pajak.
Dalam
menghadapi masalah pengangguran, analisis yang digunakan menggunakan dua
pendekatan
1.
Menggunakan
grafik Y=AE
2.
Menggunakan
grafik AE-AS
Dalam
analisis ini yang akan diterangkan adalah kebijakan fiskal yang dinyatakan
dengan cara mengbah pengeluaran pemerintah dan megbah pajak
Perhatikan
Gambar 10.4. Grafik ( a ) menunjukkan efek kebiiakan fiskal apabila
pengangguran berlaku dalam perekonomian dan pertambahan pengeluaran pemerintah
sebesar ΔG dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut. Sedangkan gambar ( b )
menunjukkan efek kebijakan fiskal apabila perubahan itu dilakukan melalui
penurunan pajak di mana ΔT = ΔG.
Perubahan
Keseimbangan yang Berlaku
Dalam
grafik ( a ) dimisalkan keseimbangan asal dicapai di titik E1. Keseimbangan ini
menunjukkan pendapatan nasional adalah Y1 dan dalam keseimbangan ini
pengangguran berlaku. Untuk mengatasinya pemerintah menambah pengeluarannya
sebanyak ΔG dan pertambahan pengeluaran ini memindahkan pengeluaran agregat
dari AEI ke AE2. Perubahan tersebut berarti keseimbangan bergeser ke E2 dan
pendapatan nasional meningkat dari Y1 ke Y2. Perubahan ini akan menambah
kesempatan kerja dan mengurangi pengangguran.
Dalam
grafik ( b ), yang menunjukkan efek pengurangan pajak atas keseimbangan yang
asal adalah di E1. Pengurangan pajak adalah sebesar ΔT ( yang sama nilainya
dengan ΔG ) akan menambah pendapatan Dissposibel rumah tangga sebesar : ΔYd =
ΔT . Pertambahan pendapatan Dissposibel ini akan menaikkan pengeluaran rumah
tangga, akan tetapi kenaikan pengeluaran itu akan adalah kurang dari ΔG, yaitu
hanya sebesar : ΔC = MPc. ΔG. Kenaikan rumah tangga tersebut akan memindahkan
pengeluaran agregat menjadi AE2 dan keseimbangan menjadi E2. Maka pendapatan
nasional baru akan dicapai di Y1. Pendapatan nasional bertambah dan oleh sebab
itu kesempatan kerja meningkat dan pengangguran berkembang.
Perbandingan
mengenai Sebab yang Berlaku
Apabila
diperhatikan efek dari pertambahan pengeluaran pemerintah ( ditunjukkan dalam
grafik a ) dan pengurangan pajak ( ditunjukkan dalam grafik b ) dapat
disimpulkan bahwa YoY1 ( dalam grafik b ) adalah kurang dan Y1Y2 dalam grafik (
a ). Hal ini berlaku dalam keadaan di mana diasumsikan ΔG = ΔT. Yang
menyebabkan perbedaan tersebut adalah karena pengurangan pajak menambah
pengeluaran agregat ( yang berlaku sebagai akibat pertambahan konsumsi rumah
tangga ) pada jumlah yang lebih kecil dari ΔG. Dan perbedaan efeknya ini dapat
disimpulkan bahwa multiplier pajak adalah lebih kecil dari multiplier
pengeluaran pemerintah.
Kebaikan
lain penambahan pengeluaran pemerintah apabila dibandingkan dengan pengurangan
pajak sebagai alat kebijakan fiskal adalah : efek pertambahan pengeluaran
pemerintah dalam menggalakkan kegiatan ekonomi adalah lebih cepat dalam efek
pengurangan pajak. Pengambilan keputusan untuk menambah pengeluaran pemerintah,
pelaksanaan pengeluaran itu dan kenaikan kegiatan ekonomi yang diakibatkannya
berlaku dalam masa yang relatif cepat. Ini disebabkan karena pengeluaran
pemerintah merupakan komponen pengeluaran agregat.
Pengurangan
pajak akan melalui perjalanan panjang sebelum menimbulkan perubahan dalam
pengeluaran agregat. Terlebih dahulu, peraturan harus dibuat mengenai pajak
yang dikurang. Kedua, terdapat perbedaan waktu di antara pembuatan peraturan
pengurangan pajak pelaksanaan kebijakan tersebut. Hanya setelah pelaksanaan perubahan
pajak itu terlaksana pendapatan Dissposibel dan konsumsi rumah tangga
meningkat, dan mendorong kepada perkembangan kegiatan ekonomi.
Walau
bagaimanapun, di samping memahami kebaikannya, perlu pula disadari kelemahan
kebijakan meningkatkan pengeluaran pemerintah. Pertambahan pengeluaran
seringkali menimbulkan defisit dalam budget pemerintah dan meningkatkan utang
negara. Kenaikan upah negara yang terus - menerus dapat menimbulkan efek buruk
kepada pertumbuhan ekonomi di masa depan.
Apabila
piranti kebijakan dimaksud ternyata gagal, maka cara yang tepat dengan MENCETAK
UANG. Uang yang dicetak oleh pemerintah harus dijamin dengan cadangan devisa
yang cukup, agar uang yang beredar di masyarakat aman.
Kebijakan Fiskal
Ekspansif :
implementasi kebijakan ini dengan menaikkan pengeluaran pemerintah dan
menurunkan penerimaan pajak.
Kontraktif :
implementasi kebijakan ini dengan menurunkan pengeluaran pemerintah dan
menaikkan penerimaan pajak.
Permasalahan yang
mungkin muncul dalam kebijakan fiscal
1. Bagaimana meningkatkan kemampuan perpajakan
(Taxable Capacity)
2. Bagaimana membuat seimbang komposisi
pajak
3. Bagaimana merancang pajak-pajak
khusus
MANFAAT KEBIJAKAN
FISKAL
Manfaat
kebijakan fiscal adalah untuk mempengaruhi jalannya perekonomian. Hal ini
dilakukan dengan jalan memperbesar dan memperkecil pengeluaran komsumsi
pemerintah (G), jumlah transfer pemerntah (Tr), dan jumlah pajak (Tx) yang
diterima pemerintah sehingga dapat mempengaruhi tingkat pendapatn nasional (Y)
dan tingkat kesempatan kerja (N).
Manfaat utama kebijakan fiskal ialah untuk mencegah
pengangguran dan menstabilkan harga. Implementasinya untuk menggerakkan Pos
penerimaan dan pengeluaran dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Dengan semakin kompleksnya struktur ekonomi perdagangan dan keuangan, maka
semakin rumit pula cara penanggulangan inflasi. Kombinasi beragam harus
digunakan secara tepat, seperti kebijakan fiskal, kebijakan moneter,
perdagangan dan penentuan harga.
PERBANDINGAN
KEBIJAKAN FISKAL KONVENSIONAL DENGAN EKONOMI ISLAM
Anggaran
belanja negara terdiri dari penerimaan dan pengeluaran. Kebijakan fiskal adalah
kebijakan yang diambil pemerintah untuk membelanjakan pendapatannya dalam
merealisasikan tujuan-tujuan ekonomi. Adapun dalam Islam kebijakan fiskal dan
anggaran ini bertujuan untuk mengembangkan suatu masyarakat yang didasarkan
atas distribusi kekayaan berimbang dengan nilai-nilai material dan spiritual
pada tingkat yang sama
PERBEDAAN
1.
Politik
ekonomi kebijakan fiskal konvensional
seperti yang diterapkan di Indonesia menempatkan pertumbuhan ekonomi
sebagai asas atau sasaran yang harus dicapai perekonomian nasional. Dalam
pembahasan RAPBN hingga menjadi APBN antara pemerintah dan DPR, termasuk
pandangan para pengamat ekonomi, salah satu isu sentralnya adalah pertumbuhan
ekonomi. Adapun argumentasi pemerintah,
DPR, dan pengamat ekonomi yang menempatkan pertumbuhan ekonomi sebagai sasaran
utama kebijakan fiskal (dalam kerangka lebih luas kebijakan makro ekonomi),
yaitu untuk menuntaskan berbagai permasalahan krusial ekonomi seperti
kemiskinan dan pengangguran bahwa untuk mengurangi kemiskinan dan pengangguran
diperlukan pertumbuhan ekonomi yang tinggi.
Betapa urgennya masalah pertumbuhan ekonomi dalam paradigma ekonomi
konvensional diungkapkan oleh Thurow. Sebagaimana dikutip Umar Capra, Thurow
menyatakan Jika negara memiliki pertumbuhan yang lebih cepat, maka ia akan
memiliki lapangan kerja yang lebih banyak dan pendapatan yang lebih tinggi bagi
siapa saja, dan ia tidak perlu risau mengenai distribusi lapangan kerja atau
pendapatan. Dalam keadaan apa pun,
distribusi sumber-sumber daya ekonomi secara otomatis akan menjadi lebih merata
seiring dengan proses pertumbuhan ekonomi.
Agar pertumbuhan
ekonomi yang tinggi tercapai maka kebijakan-kebijakan makro ekonomi dan fiskal
diarahkan untuk menggenjot tingkat produksi nasional melalui peningkatan
investasi, konsumsi masyarakat, dan ekspor. Lantas bagaimanakah caranya agar
hal tersebut dapat dicapai? Logikanya, untuk meningkatkan ekspor, kapasitas
terpasang industri dalam negeri harus ditingkatkan, tapi hal ini sangat
tergantung pada daya saing dan permintaan pasar dunia terhadap
komoditas-komoditas yang diproduksi di Indonesia. Begitu pula untuk
meningkatkan konsumsi masyarakat, tingkat pendapatan masyarakat harus didorong,
antara lain melalui penyerapan tenaga kerja baru dan pengangguran. Artinya
untuk menyerap tenaga kerja sebanyak mungkin, investasi dan kapasitas terpasang
industri di Indonesia harus ditingkatkan. Sebaliknya agar investasi meningkat,
pasar dalam negeri harus memilki daya tarik bagi para investor, antara lain
berupa tingginya pemintaan (konsumsi) masyarakat. Jadi dalam logika ini, kunci
peningkatan output Indonesia (baik PDB dan PNB) adalah peningkatan investasi, dengan
kata lain tingkat investasi yang tinggi merupakan prasyarat bagi pertumbuhan
ekonomi yang tinggi.
2.
Politik
Ekonomi Kebijakan Fiskal Islam
Menurut an-Nabhani, realitas menunjukkan kebutuhan-kebutuhan manusia
yang harus dipenuhi adalah kebutuhan setiap individunya bukan kebutuhan manusia secara kolektif
(seperti kebutuhan bangsa Indonesia). Kunci
permasalahan ekonomi terletak pada distribusi kekayaan kepada setiap warga
negara.
Berpijak pada pemikiran ini, sasaran pemecahan permasalahan ekonomi
seperti kemiskinan adalah kemiskinan yang menimpa individu bukan kemiskinan
yang menimpa negara atau bangsa. Dengan terpecahkannya permasalahan kemiskinan
yang menimpa indvidu dan terdistribusikannya kekayaan nasional secara adil dan
merata, maka hal itu akan mendorong mobilitas kerja warga negara sehingga
dengan sendirinya akan meningkatkan kekayaan nasional. Ketika kunci
permasalahan ekonomi terletak pada distribusi kekayaan yang adil, maka yang
harus dijelaskan adalah bagaimanakah metode untuk menciptakan distribusi
kekayaan yang adil melalui kebijakan fiskal, sebagaimana yang dikatakan Allah
dalam Qs. al-Hasyr [59]: 7 yang artinya Supaya harta itu jangan hanya beredar
di antara orang-orang kaya saja di antara kamu.
Dalam Islam, kebijakan fiskal hanyalah salah satu mekanisme untuk
menciptakan distribusi ekonomi yang adil. Karenanya kebijakan fiskal tidak akan
berfungsi dengan baik bila tidak didukung oleh mekanisme-mekanisme lainnya yang
diatur melalui syariat Islam, seperti mekanisme kepemilikan, mekanisme pemanfaatan
dan pengembangan kepemilikan, dan mekanisme kebijakan ekonomi negara.Dengan
kata lain, syariat Islam harus diterapkan secara menyeluruh (kaffah) tanpa
dipilah-pilah (parsial) agar syariah mechanism dapat dengan sempurna mengatur
distribusi ekonomi yang adil. Adapun peranan kebijakan fiskal sebagai salah
satu bentuk intervensi pemerintah dalam perekonomian merupakan konsekuensi
logis dari kewajiban syariat sebagai jawaban atas salah satu realitas yang
menunjukkan bahwa tidak semua warga negara memiliki kemampuan untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya yang dalam ekonomi konvensional dikenal sebagai masalah
eksternalitas dan kegagalan pasar (market failure).
Sebagaimana disebutkan sebelumnya, politik ekonomi yang mendasari
kebijakan fiskal Islam adalah menjamin pemenuhan kebutuhan pokok setiap
individu secara menyeluruh dan mendorong mereka memenuhi berbagai kebutuhan
sekunder dan tersiernya sesuai dengan kadar kemampuannya. Menurut al-Maliki
kebutuhan pokok yang disyariatkan oleh Islam terbagi dua. Pertama, kebutuhan-kebutuhan
primer bagi setiap individu secara menyeluruh. Kebutuhan ini meliputi pangan
(makanan), sandang (pakaian) dan papan (tempat tinggal).*37) Kedua,
kebutuhan-kebutuhan pokok bagi rakyat secara keseluruhan. Kebutuhan-kebutuhan
katagori ini adalah keamanan, kesehatan dan pendidikan dengan kata lain islam
lebih mengedepankan tentang maqosid syariah
Persamaan
Tujuan
kebijakan fiskal dalam ekonomi Islam berbeda dari ekonomi konvensional, namun
ada kesamaan yaitu dari segi sama-sama menganalisis dan membuat kebijakan
ekonomi. Tujuan dari semua aktivitas ekonomi – bagi semua manusia – adalah
untuk memaksimumkan kesejahteraan hidup manusia, dan kebijakan publik adalah
suatu alat untuk mencapai tujuan tersebut.
Pada
sistem konvensional, konsep kesejahteraan hidup adalah untuk mendapatkan
keuntungan maksimum bagi individu di dunia ini. Namun dalam Islam, konsep
kesejahteraannya sangat luas, meliputi kehidupan di dunia dan di akhirat serta
peningkatan spiritual lebih ditekankan daripada pemilikan material.
Kebijakan fiskal
dalam ekonomi kapitalis bertujuan untuk
a.
pengalokasian
sumber daya secara efisien;
b.
pencapaian
stabilitas ekonomi;
c.
mendorong
pertumbuhan ekonomi; dan
d.
pencapaian
distribusi pendapatan yang sesuai.
Sebagaimana
ditunjukkan oleh Faridi dan Salama (dua ekonom muslim) bahwa tujuan ini tetap
sah diterapkan dalam sistem ekonomi Islam walaupun penafsiran mereka akan
menjadi berbeda. Jadi Kebijakan fiskal merupakan salah satu dari piranti
kebijakan ekonomi makro. Munculnya pemikiran tentang kebijakan fiskal
dilatarbelakangi oleh adanya kesadaran terhadap pengaruh pengeluaran dan
penerimaan pemerintah sehingga menimbulkan gagasan untuk dengan sengaja
mengubah-ubah pengeluaran dan penerimaan pemerintah guna memperbaiki kestabilan
ekonomi.
CONTOH KEBIJAKAN
MASA ROSUL
Kebijakan
fiskal zaman Rasulullah saw. dan
Khulafaur Rasyidin, yang di kemudian hari dikembangkan oleh para ulama.Ibnu
Khaldun (1404) mengajukan solusi atas resensi dengan cara mengecilkan pajak dan
meningkatkan pengeluaran pemerintah. Pemerintah adalah pasar terbesar, ibu dari
semua pasar, dalam hal besarnya pendapatan dan penerimaannya. Jika pasar
pemerintah mengalami penurunan, wajar bila pasar yang lain pun akan ikut
menurun, bahkan dalam agregat yang lebih besar. Abu Yusuf (798) merupakan
ekonom pertama yang secara rinci menulis tentang kebijakan ekonomi dalam
kitabnya Al Kharaj, yang menjelaskan tanggung jawab ekonomi pemerintahnuntuk
memenuhi kebutuhan rakyatnya.
Di
zaman Rasulullah saw, sisi penerimaan APBN terdiri dari karaj (sejenis pajak
tanah), zakat, kums (pajak 1/5), jizya (sejenis pajak atas badan orang
nonmuslim), dan penerimaan lain-lain (diantaranya kaffarah/denda). Sedangkan
pengeluaran terdiri dari pengeluaran untuk kpentingan dakwah, pendidikan dan
kebudayaan, iptek, hankam, kesejahteraan sosial, dan belanja pegawai.
Penerimaan
zakat dan kums dihitung secara proporsional, berdasar prensentase, bukan nilai
nominal, sehingga ia akan menstabilkan harga dan menekan inflasi ketika
permintaan agregat lebih besar daripada penawaran agregat. Sistem zakat
perniagaan tidak akan mempengaruhi harga dan jumlah penawaran karena zakat
dihitung dari hasil usaha. Berbeda dengan hal tersebut, saat ini PPN dihitung
atas dasar harga barang, sehingga harga brang bertambah mahal, dan jumlah yang
ditawarkan lebih sedikit.
Di
zaman kekhalifahan begitu banyak contoh nyata pengelolaan dana rakyat yang baik
DI zaman Umar ibn Khattab penerimaan baitul mal mencapai 160 juta Dirham. Di
sisi pengeluaran, Umar memerintahkan Amr bin Ash, gubernur Mesir, untuk
membelanjakan sepertiga APBN untuk membangun infrastruktur. APBN di zaman-zaman
para teladan tersebut jarang mengalami defisit. Dengan ketiadaan defisit tidak
ada uang baru yang dicetak, dan inflasi tidak akan terjadi (karena adanya
ekspansi moneter).
BENTUK KEBIJAKKAN
FISKAL DALAM SISTEM EKONOMI ISLAM
Zakat Sebagai
Instrumen Kebijakan Fiskal
Salah
satu persoalan laten dalam konsep ekonomi Islam adalah persoalan dualisme zakat
dan pajak yang harus ditunaikan warga negara yang Muslim. Hal ini telah
mengundang perdebabatan yang berlarut-larut hampir sepanjang sejarah Islam itu
sendiri. Sebagian besar ulama fiqh memandang bahwa zakat dan pajak adalah dua
entitas yang berbeda dan tidak mungkin dipersatukan. Menurut mereka, zakat
adalah kewajiban spiritual seorang Muslim terhadap Tuhannya, sedangkan pajak
adalah kewajibannya terhadap negara.
Untuk
itu, perlu diadakan kajian kritis untuk mengintegrasikan kedua kewajiban itu
sehingga kewajiban seorang Muslim terhadap agama dan negaranya dapat terlaksana
secara simultan. Sebaliknya negara juga diuntungkan karena penerimaan negara
dari sektor pajak sesuai dengan yang diharapkan. Pada gilirannya,
pengintegrasian itu perlu diwujudkan dalam kebijakan fiskal negara.
Tulisan
ini bertujuan untuk mendiskusikan bagaimana landasan pengintegrasikan zakat ke
dalam kebijakan fiskal. Hal ini membawa kepada pertanyaan selanjutnya yaitu
bagaimana pengaruh teori-teori tentang kebijakan fiskal terhadap hukum zakat.
Pembahasan ini menjadi penting karena kebanyakan penulisan tentang zakat selalu
dihadapkan secara diametral dengan pajak sehingga persoalan dikotomi zakat dan
pajak terus berlarut-larut. Sementara bagi yang telah mencoba
mengintegrasikannya, belum mencoba melihat zakat dalam kerangka teori kebijakan
fiskal dan melihat pengaruh-pengaruh yang ditimbulkannya terhadap hukum zakat
dan mendiskusikan bagaimana perubahan-perubahan tersebut menjadi mungkin.
Halaman-halaman berikut akan mendiskusikan kedudukan zakat jika diadopsi
sebagai salah satu instrumen dalam kebijakan fiskal, terutama pengaruhnya
terhadap hukum (fiqh) zakat. Terlebih dahulu akan dibahas sekilas mengenai
kebijakan fiskal dan kedudukan pajak di dalamnya.
0 Comments