About Me

header ads

EKONOMI SYARIAH UNTUK KEHIDUPAN PRIBADI, BERMASYARAKAT, BERBANGSA DAN BERNEGARA


Oleh : Halim Ramdani


Kegiatan ekonomi adalah  kegiatan manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya secara layak, baik dalam bentuk produksi, konsumsi, distribusi, maupun kegiatan-kegiatan lainnya, sesuai dengan tugas manusia adalah sebagai khalifah dimuka bumi (khalifah fil ard) dengan amanah yang telah Allah berikan sebagai wakil Tuhan untuk memakmurkan dan mengelola secara optimal bumi beserta segala isinya demi kesejahteraan umat manusia.
 Namun dalam setiap pelaksanaan kegiatan ekonomi ini dibutuhkan suatu nilai-nilai atau prinsip yang digunakan sebagai acuan dalam implementasinya, nilai-nilai tersebut yang akan membentuk pola tingkah laku manusia dengan runtutan secara teoritis maupun sosiologis. Pemahaman manusia terhadap nilai cenderung menginginkan suatu nilai yang benar,  sesuai  dengan fitrah manusia yang cenderung kepada yang benar (hanif), walaupun kebenaran manusia nisbi (relatif) tetapi akan selalu mendekati kepada kebenaran yang mutlak, dengan  pengoptimalan potensi-potensi yang dimilikinya dan kebenaran yang mutlak hanyalah milik Allah, sehingga nilai yang akan menjadi acuan  dalam kehidupan manusia  ini hanya bersumber dari  Allah, nilai ini dijabarkan dalam risalahNya yang dibawa oleh Rasul  berupa Al-Qur’an dan Hadist.
Bentuk-bentuk kegiatan ekonomi yang dikemukakan dalam Islam, antara lain seperti banyak ayat Alqur’an yang menganjurkan kita untuk berusaha dengan sungguh-sungguh dalam mencari rejeki yang halal, salah satunya dalam Qs al-Mulk ayat 15 “ Dialah yang menjadikan bumi untuk kamu yang mudah dijelajahi, maka jelajahilah di seluruh penjurunya dan makanlah sebagian dari rezekiNya. Dan hanya kepadaNyalah kamu (kembali setelah) dibangkitkan.” (al-Mulk : 15).
Ekonomi Syariah tidak terlepas dari penerapan nilai-nilai Islam sebagai landasan yang menjadi pembeda antara konsep-konsep ekonomi  yang lainnya. Islam sebagai agama penyempurna, agama yang tidak hanya mengatur masalah ritual, akan tetapi juga mengatur semua urusan  kehidupan dan penghidupan umat manusia di dunia secara lebih luas, secara garis besar nilai-nilai Islam yang dipandu oleh para Rasul meliputi tiga aspek yaitu Akidah, Akhlak, dan Syariah. Khusus mengenai Syariah, penerapan Syariah cenderung dinamis sesuai perubahan peradaban umat manusia pada zamannya dan senantiasa tetap dipelihara serta memberikan solusi  terhadap tuntutan perubahan zaman, ini artinya bahwa Syariah Islam dapat diterapakan disetiap waktu dan zaman.   Syariah islam bersifat komprehensif mencakup keterpaduan antara seluruh aspek kehidupan baik urusan ritual (ibadah) maupun muamalah (hubungan kehidupan sosial), keterpaduan inilah  yang merupakan perwujudan  dari kewajiban diri sebagai hamba yang menjadi khalifah di bumi ini.
Yang menjadi permasalahan utama dalam ekonomi  dunia sekarang ini adalah masalah tumbuhnya  peraktek riba dalam kegiatan ekonomi, peraktek riba ini timbul dari berbagai peraktek  ekonomi yang  sebagian besar dilakukan oleh para pelaku ekonomi yang tidak memegang nilai-nilai Islam, maka setiap pola laku yang dilakukannya cenderung tidak kearah yang benar.  Sudah jelas dalam Al-Qur’an pun menjelaskan bahwa riba itu haram dan akan menyengsarakan umat, terbukti ketika konsep ekonomi kapitalis yang sudah merajai kehidupan ekonomi dunia  ini dengan ciri utama yaitu kemutlakan kepemilikan akhirnya tumbang juga  mengalami krisis ekonomi akut  dan menyengsarakan rakyatnya sendiri. Permasalahan ini bukan rahasia umum lagi dan tidak dapat dipungkiri juga bahwa ketika krisis ekonomi dunia melanda justru ekonomi islam dengan bukti bank-bank syariahnya tidak terkena dampak krisis global dan menjadi pusat perhatian dunia, kestabilan ini di sebabkan oleh sistem eknomi  yang dipakai ekonomi islam lebih baik dan patut diterapkan dalam kehidupan perekonomian guna mewujudkan kemaslahatan umat manusia.
Riba yang diartikan sebagai tambahan, atau pengambilan tambahan dari dana pokok atau modal pokok secara bathil, riba dalam konteks hari ini begitu kompleks tapi yang menjadi perhatian khusus mengenai riba untuk sekarang adalah bunga bank yang terdapat dalam sitem bank-bank konvensional, mengapa? Karena peraktek bank dengan berbagai sistem dan produk-produk yang ditawarkannya sangat berhubungan langsung dengan umat, dan dampak dari perakteknya langsung bisa dirasakan. Bunga adalah pembayaran melebihi modal yang dipinjam dari pihak lain, dapat diartikan pula sebagai balas kepada nasabah. Jadi antara riba dan bunga bank terdapat persamaan yaitu adanya tambahan yang menjadi inti pengharaman.
Walaupun masih banyak perdebatan antara beberapa pihak mengenai halal-haramnya bunga bank dengan berbagai argumen alasan yang dilontarkan, tetap yang paling mudah diketahui dengan pendekatan konteks realita dalam sosial, membuktikan bahwa dengan adanya bunga bank ada sebagian pihak yang dirugikan dan memberatkan. Sebagai contoh penerapan kelebihan pengembalian modal si peminjam yang ditentukan diawal telah menyalahi prinsip-prinsip etika dalam Islam lebih terlihat sebagai pemaksaan tanpa mengukur sejauh mana kemampuan si peminjam, Jika melihat konsep minjam-meminjam zaman Rasul sangat jauh berbeda dengan konsep minjam-meminjam zaman sekarang, zaman Rasul konsep yang dipakai adalah konsep tolong-menolong, tapi konsep yang dipakai zaman sekarang lebih dominan adalah konsep bisnis.
Bukan hanya sistem minjam-meminjam ala bank yang terlihat ada unsur riba, tapi ada juga sistem minjam-meminjam dalam ranah mikro ekonomi yang kita kenal dengan nama “KOSIPA” (Koperasi Simpan Pinjam) sebagian besar peraktek kosipa ini adalah para rentenir yang terlegalisasikan berkedok koperasi, ini merupakan permasalahan yang sangat urgen karena sistemnya lebih parah dari bank-bank konvensional dan dampaknya juga semakin menyengsarakan rakyat. Kelebihan yang wajib dikeluarkan si peminjam berlipat ganda dan sangat memberatkan, sistem ini jauh dari terwujudnya kemaslahatan.  Dalam islam konsep seperti koperasi sudah ada sejak zaman Rasul yang di kenal dengan BMT (Baitul Mall wa Tamlil), praktek dan aktifitas BMT adalah sebagai lembaga keuangan yang mengatur harta umat demi kepentingan bersama, BMT berperan sebagai jasa keuangan yang mengelola zakat, infaq, sadaqah dll, serta tetap konsisten dalam melakukan usaha-usaha pemberdayaan masyarakat melalui suatu pendekatan produktif, merakyat, amanah dan profesional.
Tidak dapat dipungkiri ekonomi syariah dalam konteks sekarang sangat berkontribusi besar terhadap mikro ekonomi dan para pelaku ekonomi kecil menengah atau ekonomi kerakyatan. Karena awal kelahirannya ketika zaman rasul aplikasi ekonomi syariah sangat berhubungan langsung dengan kondisi sosiologis umat yang tidak terlepas dalam ruang lingkup kegiatan jual beli (transaksi pasar), dan pengelolaan keungan umat (zakat, infaq, shadaqah) dll. Ini membuktikan bahwa ekonomi syariah merupakan suatu konsep ekonomi yang sangat dibutuhkan oleh umat manusia secara mendasar, termasuk di Indonesia sendiri.
Ekonomi Indonesia lebih identik dengan ekonomi kerakyatan, dengan pencetus utama bung Hatta yang membawa konsep ekonomi kerakyatan yang dibuktikan terciptanya konsep koperasi untuk menopang perekonomian rakyat indonesia. Koperasi yang kegiatannya diatur secara kolektif kolegial memberikan nilai semangat gotong royong untuk pembangunan ekonominya, namun dalam perjalanananya koperasi dirasa belum signifikan dalam menopang pertumbuhan ekonomi rakyat, karena pembangunan koperasi yang tidak merata, dan dalam acuan pelaksanaanya tidak mengacu pada nilai-nilai yang ideal, terbukti dengan bermunculannya permasalahan-permasalahan yang ada, . Disinilah peran ekonomi syariah dibutuhkan dengan konsep BMT nya untuk menopang pertumbuhan ekonomi rakyat.
Dalam peraktek kegiatan ekonomi syariah khususnya bank-bank syariah bentuk balasan kepada nasabah bukan berdasarkan bunga yang identik dengan riba, tapi berdasarkan bagi hasil yang sudah disepakati, atau yang lebih dikenal dengan nama “mudharabah”. Yang menjadi ciri utama bank syariah adalah adanya akad dalam transaksi, akad adalah perikatan yang dilakukan oleh dua pihak yang tidak menyalahi kehendak syara, dan produk-produk perbankan syariah tidak terlepas dari akad termasuk dalam mudharabah. Mudharabah adalah kerjasama usaha antara dua pihak, yang mana pihak pertama disebut “shohibul mall” menyediakan seluruh modal, dan pihak lainnya menjadi pengelola atau pelaksana usaha (mudhorib).
Nasabah berperan sebagai pemilik dana, dan bank sebagai mudhorib, dana tersebut digunakan untuk melakukan kerjasama atau kontrak dalam sistem akad sewa (ijarah) maupun akad murabahah, sehinggan konsep bagi hasil ini berbeda dengan sistem bunga bank konvensional, bunga bank konvensional sipatnya mutlak, kelebihan yang harus dibayar mutlak sesuai dengan kesepakatan diawal. Tapi bagi hasil kelebihannya tidak mutlak karena berdasarkan kondisi dan kemampuan sipeminjam dengan pengawasan tertentu, apabila rugi  ditanggung oleh  pemilik modal selama kerugian itu bukan akibat kelalaian si pengelola, seandainya kerugian itu bukan akibat kelalaian pengelola, sipengelola harus bertanggungjawab atas kerugian tersebut.
Dari permasalahan itu semua dapat dilihat bahwa perbedaan yang paling mencolok dengan ekonomi Islam adalah dari segi pola pikir para pelaku ekonominya, pola pikir ini berdasarka nilai-nilai yang dianut sebagai landasan berperilaku dalam akifitas berekonominya, jadi dapat disimpulkan bahwa perbedaan yang paling mendasar antara sistem ekonomi konvensional dan ekonomi Islam adalah dari segi etika atau moral yang ada. Ekonomi islam sangat menitik beratkan pada aspek moral dan etika sebagai bentuk penerapan nilai-nilai Tauhid dalam kegiatan ekonomi yang ditujukan untuk pengembangan moral masyarakat, dan lebih menekankan pada pentingnya spirit atau ruh Islam dalam setiap kegiatan ekonomi. Oleh karena itu, standar moral suatu perilaku ekonomi didasarkan pada ajaran islam, bukan sebatas atas nilai-nilai yang dibangun  berdasarkan kesepakatan sosial.
Selain itu dalam inti ajaran Islam adanya konsep tentang nilai keadilan yang wajib dilaksanakan, adil adalah menempatkan sesuatu pada yang benar atau haq, tidak mengambil sesuatu tanpa adanya perbuatan yang dibenarkan, karena hubungan manusia dengan manusia lainnya (habluminannas) merupakan suatu keniscayaan dalam kehidupan bermasyarakat maka manusia dituntut untuk tidak mendzalimi orang lain maupun mendzalimi dirinya sendiri, sehingga tindak lakunya tidak berpikir individualistik, berbeda dengan sistem ekonomi kapitalis yang terlihat dalam penerapan bunga yang sifatnya lebih individualistik, yang hanya berpikir untuk kepentingan pribadi tanpa memperdulikan lingkungan sekitar, dan penerapan bunga seakan memberatkan terlihat ketika batas waktu pengembalian yang ditentukan, itulah bentuk kedzaliman dan ketiadaannya nilai keadilan.
Peraktek sistem ekonomi Syariah bukan hanya menjadi sebuah alternatif, tapi sudah menjadi sebuah kebutuhan nyata semua pihak, baik pelaku usaha maupun bisnis, akademisi, pemerintah dan msyarakat umum lainnya. Dewasa ini pertumbuhan dan perkembangan ekonomi syariah semakin pesat yang ditandai dengan banyak munculnya bank-bank syariah, BMT, maupun lembaga-lembaga dengan konsep syariah lainnya, membuktikan bahwa kepercayaan masyarakat akan lembaga-lembaga keungan syariah semakin terbangun. Pertumbuhan dan perkembangan lembaga perekonomian tersebut berperan meningkatakan produktivitas pelaku usaha khususnya UKM, meningkatkan tabungan masyarakat, meningkatnya dana-dana sosial masyarakat dll, tentunya hal ini akan membantu peningkatan dan pendapatan dan produktifitas masyarakat, sehingga meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Post a Comment

0 Comments