Menarik sekali memperhatikan fenomena acara televisi
sekarang, semakin hari semakin semarak, buah dari persaingan antar media TV
yang menuntut pelaku kreatif (mereka menyebutnya) untuk lebih kreatif
menghasilkan tontonan kepada masyarakat. Saking beratnya beban kerja mereka sampai-sampai kita tidak bisa membedakan antara keblinger dan
kreatif, mulai dari Reallity Show
yang tidak sesuai realita, acara humor yang menarik minat mahasiswa, sampai
serial turkies dan hindustan dengan ribuan episodenya, yang menyita pula ribuan
waktu emak-emak kita.
Akhir-akhir ini saya senang menyaksikan sinetron fiksi jadul
yang kembali tayang dilayar TV kesayangan, seakan dihipnotis dengan hadirnya
kembali Jin Cantik, Jin Tua, Tuyul baik,dan Duyung terdampar. Saya pikir kita
diajak bernostalgia ke tahun 90an dimana tontonan tanpa sensor kasar
seperti sekarang menarik hati untuk
dinikmati.
Hadirnya kembali sinetron fiksi tadi diera sekarang dengan
aturan-aturan baru terhadap pertelevisian,
mau tidak mau tayangan itu pun harus
mengkuti aturan baru yang berlaku seperti UU No 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, maupun UU No 33 Tahun 2009
tentang Perfilman, maka sinetron itupun kena juga dengan sensor-sensor kasar
berbeda ketika diawal kemunculannya dulu.
Jujur hati ini kecewa melihat keseksian Jinny cantik harus
disensor secara kasar, karena dulu waktu kecil gak nyadar dengan keseksian jinny,
hanya lawakan lucu para pemain dan alur cerita seru yang disadari. Apa sudah
tepat jika maksud sensor kasar hanya untuk memproteksi anak-anak kecil dari
tontonan porno?sepertinya tidak, toh terbukti saya waktu kecil nonton jinny
cantik biasa-biasa saja, gak fokus sama keseksian jinny. Jika dipikir-pikir
yang lebih bahaya tuh lagu-lagu dangdut vulgar yang mudah didengar dan ditonton
live oleh siapa saja termasuk anak-anak dibawah umur, dan itu gak pernah
disensor, gak etis jika anak SD nyanyi-nyanyi lagu hamil duluan.
Kita sedikit dibuat heran dengan munculnya kembali sinetron
fiksi disalah satu stasiun TV swasta, boro-boro kearah produksi Sain Fiksi. Apa
pelaku kreatif sekarang tidak bisa membuat tontonan seperti itu lagi ? sehingga
menayangkan kembali sinetron fiksi jadul, walaupun sebenarnya sinetron Jinny
yang diproduksi tahun 1997 itu gak orisinal, bisa dikatakan menyadur atau
terinspirasi dari sitcom amerika awal tahun 70an dengan judul “I Dream Of Jeannie”. Bisa saja
segelintir orang menganggap itu merupakan kemunduran pertelivisian Indonesia
ketika menghadirkan kembali sinetron jadul, atau hanya selingan semata dalam
dinamika persinetronan yang syarat akan kisah percintaan remaja. Apapun
alasannya yang jelas tontonan itu masih bisa menghibur dan saya menikmatinya
sambil berdo’a semoga sensor diperhalus dikit biar seni tontonannya enak untuk
dinikmati. Amiin.
0 Comments