Sudah menjadi ritus tahunan setiap “hari jadi kota Garut” selalu
dimeriahkan dengan banyaknya event-event tertetentu, baik itu seni
budaya, seminar, maupun olahraga. Dan tahun ini untuk memperingati hari
jadi garut yang ke 201 salah satunya digelar sebuah event balap motor
atau yang lebih populer dikenal dengan sebutan “Road Race”, event ini
cukup serius dibuktikan dengan banyaknya sepanduk iklan yang muncul
bertulisakan “Bupati Cup” diantara deretan label-label korporat yang ada
sebagai seponsor.
Bukan hal yang aneh setiap kejuaraan ini
digelar selalu memakai fasilitas jalan umum ditengah kota, alasannya ya
karena Garut nggak punya sirkuit balap setara sentul maupun sepang.
Sayang keseriusan pihak yang mengantungkan hidupnya didunia balap tidak
berbanding lurus dengan fasilitas yang ada untuk menunjang hasratnya.
Garut
dengan luas kota yang sempit, harus rela sebagian ruas jalannya
ditutup, dan dampaknya menimbulkan beragam permasalahan, mulai dari
kemacetan, akses jalan menuju toko-toko sekitar terhambat, maupun
pedagang kaki lima yang harus sementara digotong karena bahu jalan yang
biasanya mereka pakai akan dijadikan sirkuit balap. Secara umum sebagian
hak warga Garut terenggut ketika acara ini digelar, namun yang paling
penting untuk dipandang yaitu standar kelayakan event.
Sangat
terlihat absurb, dan membuat tawa menggeelitik ketika memperhatikan
acara kejuaraan ini, mulai dari sirkuit yang terbatas, pitstop gak ada
entah dimana, trotoar jadi tribun penonton, tidak ada pengklasifikasian
kursi penonton berupa vip atau ekonomis, toh kursinya juga gak ada.
Penontonya standing uplous semua.
Banyak kecacatan, maupun SOP
yang dilanggar dalam event balap ini, memang terlalu jauh jika kita
bandingkan dengan event balap diluar negri yang terlihat begitu
sempurna, kalau bukan kita bercermin kenegara lain kemana lagi, toh
hampir diseluruh kota di Indonesia setiap road race digelar selalu
diadakan di tengah kota, bukan di Garut saja yang seperti itu.
Mungkin
warga garut memang terhibur oleh event ini, dan banyak pihak juga yang
diuntungkan, cuman jika kita tinjau lagi, jangan sampai menutup mata,
bahwa kenyamanan dan keselamatan semua pihak harus diprioritaskan, apa
lagi event seperti ini yang rentan dengan kecelakaan. Keselamatan
penonton tidak dilindungi, kenyamanan pihak-pihak jauh dari harapan.
Banyak kasus setiap event road race ini digelar pasti ada saja penonton
yang kena serempet bahkan tertabrak, dan mirisnya lagi ambulance yang
harusnya standy itu gak ada.
Sayang kasus-kasus dan kesemrawutan
seperti itu, tidak menjadikan bahan evaluasi dan pembelajaran oleh
pemerintah maupun pihak-pihak terkait supaya kedepannya lebih baik, yang
paling penting jangan ada lagi road race ditengah kota, tapi cari
alternatif lain, atau mempunyai sirkuit balap sendiri. Anggaran bukan
sebuah persoalan, karena tidak menunutut sepenuhnya dari apbn, tapi jika
ada kemauan dan berani bertindak kenapa nggak, pengusaha-pengusaha
besar di garut banyak, apa lagi perusahaan-perusahaan yang pastinya
memiliki dana CSR di Garut banyak .
Jika ada koordinasi antara IMI
(Ikatan Motor Indonesia), tim-tim balap yang ada, kementrian olahraga,
pemerintah daerah, dah korporat-korporat yang ada, tidak menutup
kemungkinan akan menghasilkan solusi, jangan dibiarkan kekacauan ini
terus berulang, dan kualitas event ini monoton, harusnya lebih
berkembang dan lebih profesional, bukan lagi sirkuit yang dibatasi
karung-karung beras, maupun ban-ban bekas.
Alternatif lain mungkin
IMI dan Tim-tim Balap yang ada di Garut harus mengusung orang dari
kalangannya untuk menjadi calon anggota DPRD, jangan muluk-muluk misinya
cuman satu bikin sirkuit balap, saya yakin pecinta road race bakalan
jadi pemilih setia.
0 Comments